Kamis, 13 November 2014

Sedikit tentang Latihan Kepemimpinan 3 BEM KM Farmasi UGM

Kadang hujan membuatku seperti ini, terjebak di suatu tempat sendiri, dan membuatku berpikir apa saja yang tersaji di muka dan membawaku kepada suatu pemikiran yang mungkin tidak pernah terlintas sebelumnya. Pemikiran yang kali ini aku tuliskan bukanlah pemikiran baru, namun terpicu untuk ku tuliskan karena bertemu dua kader BEM tahun lalu.
Mereka berdua dulu merupakan generasi pertama Latihan Kepemimpinan 3 (LK3) BEM KM Farmasi UGM. Masih teringat jelas di benakku bagaimana proses kami, Pengurus Harian (PH) BEM KM Farmasi UGM tahun 2012, "memaksakan" entah bagaimana agenda ini harus terlaksana. Sudah dua periode BEM berlalu sejak agenda ini diwacanakan, namun tetap tidak terlaksana. Alasannya klasik : waktu.
Pada tulisan ini tidak perlu aku tulis bagaimana kami akhirnya berhasil mengadakannya waktu itu, terlepas dr segala kekurangan yang ada, aku cukup lega bahwa anak-anak ini, peserta LK3 generasi pertama ini, memutuskan untuk mengadakannya lagi tahun berikutnya.
Pada kedua kalinya LK3 ini terselenggara, aku hanya ikut berpartisipasi di ranah transfer konsep. Apa grand designnya, apa yang ingin dicapai, waktu itu aku dan SC LK3 tahun 2012 dipanggil Muti sbg Kepala Biro PSDM tahun 2013 untuk menjelaskan itu semua. Wajar, karena memang transfer konsep ini tidak terjadi ketika hari H. Alasannya klasik : waktu. Maka kali ini aku akan mencoba menyampaikannya dalam bentuk tulisan yang Inshaa Allah, tidak lekang oleh waktu. :)
Tahun 2014 adalah kali ketiga LK3 ini terselenggara. Aku tidak pernah ditanya apapun terkait konsep atau grand design LK3 ini. Aku menduga bahwa PH tahun ini sudah cukup mengerti bagaimana grand design LK3 sehingga tidak perlu kembali mengecek kepada ku yang sudah terlalu tua untuk ukuran kaderisasi kampus. Namun ketika aku diundang untuk turut berpartisipasi sebagai pemandu diskusi, cukup bagiku untuk mengerti bahwa ada yang sedikit berbelok di sini. Bahkan mungkin sejak tahun lalu. :)
Hanya berbelok sedikit, bukan salah kaprah. Karena itulah aku mencoba meluruskan, meskipun aku tetap memberikan kebebasan bagi kalian, generasi setelahku, yang mungkin punya pertimbangan lain atas sedikit penjelasanku ini. Sah-sah saja, karena BEM merupakan organisasi yang sangat dinamis. Setiap tahunnya kebijakan, program, aturan bisa saja berganti menyesuaikan aktor dan aktris yang menjadi tokohnya.
Oke, kembali lagi ke tujuan. Hehe.
Yang sedikit berbelok di sini nampaknya adalah konsep dasar pemikiran tujuan LK3 ini terselenggara. Konsep dasar tujuan LK3 ini adalah untuk membentuk kader penggerak BEM KM Farmasi UGM. Bukan mempersiapkan calon Pengurus Harian. Pengurus Harian BEM adalah hak Ketua BEM terpilih, untuk menentukan siapa saja yang akan membantunya dalam menjalankan BEM setahun ke depan. Hak ini tentu saja bisa menjadi sangat subjektif. Ketua BEM yang baik memang sepatutnya mendengarkan saran dari pendahulunya. Tapi bukan berarti dia tidak baik jika ingin menjalankan keputusannya sendiri. Namun ketua BEM tetap membutuhkan orang-orang yang siap bergerak aktif bersamanya. Walaupun di lapisan kedua setelah PH. Maka LK3 ini hadir untuk menyediakan kader penggerak, yang siap menggerakkan BEM dari posisi manapun. Tidak terbatas nama posisi dan jabatan.
Kader penggerak jebolan LK3 ini adalah harapan BEM di masa berikutnya. Ide segar dan kontribusi aktifnya di nanti. Atas dasar ini juga, LK3 bukanlah ajang penjelasan alasan atau pertimbangan dibalik kebijakan-kebijakan yang sudah terjadi. Mereka harus belajar dari masa lalu, iya. Tapi bukan saat LK3 ini tempatnya. Pada saat mereka LK3 sudah waktunya mereka diberikan kesempatan untuk menentukan apa langkah yang akan mereka ambil dalam menghadapi permasalahan yang sudah ada tahun ini. Dan yang mungkin juga akan terjadi di masa yang akan datang. Karena tahun berikutnya, mereka lah yang memegang peran. Sehingga diharapkan setelah LK3 ini selesai, ketika mereka menghadapi masalah yang sama, yang muncul dibenak mereka bukanlah, "Tahun lalu memang seperti ini kok, kan karena kondisinya begini begitu jadi yaa memang ini sudah yang terbaik yang terjadi.". Tidak. Kader penggerak diharapkan mampu memunculkan solusi lain, atau setidaknya tekad yang lebih dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Setelah berusaha maksimal menghadapi keadaan barulah kita belajar. Bukan saat menerima keadaan tanpa melakukan apa-apa.
Dua hal mendasar ini yang sedikit berbelok nampaknya. Bahwa LK3 adalah agenda untuk mencetak kader penggerak yang siap menggerakkan dari berbagai posisi. Bahwa LK3 adalah ajang untuk mereka bertumbuh dan belajar membuat solusi, bukan untuk kita yang sudah lebih dulu merasakan bertumbuh dan tengah menerima pelajaran dari kondisi.
Terlepas dari kedua hal tersebut, LK3 tahun ini sudah jauh lebih matang dalam hal teknis acara. Aku harap apa yang sudah membaik akan terus dipertahankan. Yang masih dirasa kurang, tidak boleh ada kata ragu untuk mencoba memperbaiki. Selama otak dan nurani terbuka untuk selalu belajar, maka tidak ada kata berhenti untuk sebuah perubahan.
Yogyakarta, 13 November 2014
Sekar Tyas Hutami,
Mantan Kepala Biro PSDM BEM KM Farmasi 2012
Kabinet Inklusif Aspiratif

Jumat, 22 Agustus 2014

Moderator : Combination of Listener and Speaker

Detik-detik terakhir ku di kampus aku diberikan kesempatan menjadi moderator di acara penyambutan mahasiswa baru. Ini pertama kalinya aku menjadi moderator. Dalam beberapa forum yang pernah aku isi, aku selalu menjadi pemateri yang bisa dibilang merupakan center of attention. Maka ketika kesempatan ini ditawarkan kepadaku, tanpa ragu aku mengambilnya.
Pengalaman baru akan menimbulkan antusiasme baru. Begitu pula aku, kesempatan menjadi moderator kali ini jujur saja sempat membuatku mengalami panick attack di pagi hari sebelum aku menjalankan tugasku. Maklum, sudah lama sekali aku vakum dari berbicara di depan forum. Hehe.

Googling tips moderator, mempelajari CV narasumber, mempersiapkan baju yang akan dikenakan aku lakukan dengan antusias. Perlu diketahui aku orang bergolongan darah A, yang mempunyai sifat dasar "semua harus direncanakan dengan baik". Terutama untuk hal-hal yang aku minati. Aku berkali-kali berlatih mengucapkan kata pengantar, mencoba beberapa jenis kalimat tanggapan, memikirkan kata penutup yang luar biasa untuk akhir sesi, dan berusaha meringkas CV narasumber agar terdengar lebih luwes dalam mengenalkan narasumber.

Aku lupa satu hal pada titik ini, aku bukanlah "pusat" dari sesi ini. Aku hanya membantu memandu, dan spontanitas seharusnya lebih diutamakan. Apalagi sesi yang aku pandu merupakan sesi talkshow inspiratif dimana yang akan dijadikan materi adalah kisah hidup narasumber itu sendiri. Maka disinilah letak kekeliruanku sebagai moderator.

Sumber : http://netmediainfo.blogspot.com
Aku tidak tahu apakah selama sesi berlangsung, para peserta atau pembicara menyadari kesalahan atau keanehan omonganku. Joke yang gagal, salah menanggapi, menjadi gugup karena waktu mulai yang ngaret tapi panitia meminta sesi tetap selesai sesuai jadwal, ah rasanya aku gagal. Haha. :D

Maka dari itu aku ingin mencoba memberikan beberapa tips ketika kita diminta menjadi moderator acara :
1. Just be confident and relax. Kita hanya bertugas memandu, isi materi ada di narasumber. Jadi pastikan saja kita rileks dan percaya diri agar tidak tersendat-sendat ketika berbicara untuk memandu dan memberi tanggapan.
2. You have to be a good listener. Jadilah pendengar yang baik agar mampu memberikan tanggapan yang nyambung. :)
3. Don't forget your watch! Gak harus sih, tapi sebagai moderator kita harus mampu memanajemen waktu dengan lebih baik. Bisa juga pakai handphone, tapi nampaknya gak enak dilihat juga kalau buat ngecek waktu kita bolak balik liat HP. Terkesan gak sopan dan seolah tidak mendengarkan narasumber dengan baik. Kamu bisa andalkan time keeper dari panitia, tapi kadang peringatan dari mereka bisa membuatmu panik. Hehe
4. Jangan sungkan mengingatkan pembicara apabila waktu telah habis. Jika kita sungkan, biasanya sesi tanya jawab lah yang menjadi korbannya. Padahal sesi tanya jawab juga penting, agar peserta terlibat aktif dalam sesi.
5. Lebih baik lemparkan joke secara spontan. Umumnya joke ini perlu untuk mencairkan suasana agar peserta tidak bosan. Tapi jika kita sadar bahwa kita orang yang agak susah bercanda tawa secara spontan, siapin satu dua joke sebelum sesi.

Semoga tips tadi cukup melengkapi berbagai tips lain dari sumber lain yang terlebih dahulu ada di dunia maya. :) Satu pelajaran lagi di luar tips teknis tadi, jangan ragu untuk mengambil kesempatan berbicara di depan forum jika ingin memiliki kemampuan public speaking yang baik. Public speaking butuh jam terbang, maka ambillah setiap kesempatan yang ada. Don't stop to learn! :)

Rabu, 20 Agustus 2014

My First Trip : Bromo Merah Putih with Sociotraveler

Saya niatnya sih ga mau kualat sama temen sendiri, sama sahabat yang dari awal tahu impian saya buat bisa jalan-jalan dan tahu galaunya saya pas mau ikutan trip ini. Tapi apa mau dikata, daripada saya keburu lupa, saya berbagi duluan sama para pembaca blog di dunia maya sebelum sama dia. Hahaha. (maaf yaa cil...)

Let's start my story...

Saya ini orang yang punya banyak mimpi. Salah satu impian besar saya dalam hidup adalah saya bisa jalan-jalan keliling Indonesia dan keliling Eropa. Untuk mimpi yang satu ini, sering tertunda karena keberanian saya yang masih ciut untuk mewujudkannya. Jalan-jalan yang saya maksud itu, bukan jalan-jalan semacam liburan akhir masa sekolah di SMP dan SMA. Saya pengen jalan-jalan dengan sesedikit mungkin orang yang saya kenal, supaya saya bisa dapet kenalan baru dan membuka wawasan saya.

Menjelang berakhirnya status saya sebagai mahasiswa, ada kesempatan untuk mewujudkan mimpi tersebut melalui salah satu kenalan saya ketika saya masih jadi aktivis di BEM, mas Bayu. Beliau senior saya di kampus. Begitu lihat status facebook beliau tentang trip ke Bromo sekaligus upacara peringatan hari kemerdekaan Indonesia oleh Sociotraveler, saya langsung tertarik. Apalagi ini limited seat. Awalnya saya gak ngeh, apa itu Sociotraveler. Saya pikir ini hanya semacam komunitas yang beliau kembangkan karena beliau suka banget jalan-jalan, dan beliau pengen memberi nilai yang beda dari model jalan-jalan kebanyakan yang cuma seneng-seneng aja, dan kadang ngerusak lingkungan.

Seiring berjalannya waktu dapatlah saya itenerary dari trip ini. Cukup singkat sih, cuma dua hari satu malem. Dan harga dari trip ini lumayan mahal untuk ukuran kantong saya yang sudah bukan mahasiswa tapi belom berpenghasilan sendiri. Setelah saya nanya, ternyata si Sociotraveler ini travel agent profesional. Saya sempet bimbang, mengingat mahalnya biaya dan terhambat izin orang tua terkait komposisi peserta. Tapi saya nekatin aja, gapapalah. Itung-itung latihan buat saya yang cupu ini buat berani jalan-jalan sama orang yang ga dikenal (ga semuanya sih...hehe).

Enough with the background...

Paket trip ini dimulai dari tanggal 16 Agustus 2014 dengan meeting point di Surabaya. Awalnya saya mau naik kereta, tapi eh ternyata gak ada kereta ekonomi dari Jogja yang nyampenya pagi di Surabaya. Sempet kepikiran buat nginep semalem dulu di Surabaya, itung-itung mbolang sendirian dulu. Pas tahu meeting point-nya di terminal bungurasih, saya pun urung naik kereta. Singkat cerita jadilah saya ikut rombongan mas Bayu dkk dari Jogja. Kami berangkat tanggal 15 Agustus malem naik bus patas EKA.

Dasar saya yang dudul sih, saya cuma kenal mas Bayu di rombongan ini. Janjian sama dia di terminal Giwangan cuma tempatnya doang, ga pake waktu. Karena dikasih tahu mau naik bus jam 9, estimasi saya kalo saya dateng jam 8 ke terminal ga kepagian banget lah yaa. Nyampe terminal baru deh buka sms beliau yang ngasih tahu kumpul jam 20.30. Oke, no problem lah pikir saya. Gak lama kok nunggunya. Tapi kok yaa, ditunggu sampe waktunya orangnya ga nongol pula. Saya dikasih nomor orang lain yang bakal ikut dan katanya udah di terminal. Saya sms gak bales juga itu orang. Jam 21.00 baru deh beliau dateng, bersamaan dg balasan temannya.

Begitu kami berempat (ternyata berempat bro...kirain cuma bertiga) ngumpul, kami pun langsung naik bus EKA yang tersedia. Ternyata dua orang lainnya ga asing banget buat saya, dulu kami bareng di kepanitiaan PALAPA 2012, mas Budi dan Oscar. Kami berangkat dari Jogja sekitar jam 10 malem, mampir makan di Ngawi jam 1 pagi. Oiya, lupak mau cerita ini jugak. Hanya dua hari sebelum berangkat, saya kena alergi yang suspectnya alergi ayam. Saya sempet panik pas belum tahu itu alergi apa, karena kalo belom ketahuan juga sampe hari H dan sewaktu-waktu muncul kan repot. Nah, pas masih menduga, di hari Jum'at itu saya ngindarin ayam, pas di Ngawi saya lupak kalo saya lagi puasa ayam. Dari sekian pilihan menu makanan yang dikasih, saya milih soto ayam. Pft, dan seperti yang sudah bisa diperkirakan, muncullah itu reaksi alergi gak lama setelah bus kami jalan lagi menuju Surabaya. Alhamdulillah udah jadi apoteker, persediaan cetirizin dan metilprednisolon buat si alergi tanpa ragu saya minum. Hehehe. Biasanya cuma saya kasih Tendercare-nya Oriflame, tapi berhubung itu di jalan dan susah makenya, saya kasih aja obat minum. Alhamdulillah, paginya pas nyampe Surabaya reaksi alerginya udah sembuh.

Kami nyampe Surabaya jam 6 pagi, dimana artinya bus kami lumayan lambat kali itu. Sambil nunggu kendaraan yang akan membawa kami ke Bromo, kami bersih-bersih dan sarapan. Di momen inilah saya pertama kali dapet "teguran" dari Allah melalui mas Budi. Di sela obrolan kami, sempet ditanyain beliau rencana saya ke depan mau ngapain setelah selesai profesi. Saya dengan entengnya menjawab mau "jalan-jalan hore aja mas, nikmatin waktu nganggur." Eh, ditanya lagi, "Apa mau begitu aja kedepannya? Rencana yang kira-kira kasih manfaat buat orang lain apa?". Asli, saya dalam hati makjleb banget waktu itu. Udah lama gak ditanyain begitu sama orang di sekitar saya, ini tiba-tiba ditanya sama orang yang masih cukup asing buat saya. Saya gak tersinggung, malah bersyukur banget. Inshaa allah, setelah trip ini, saya jadi "terbangun" dari kenyamanan saya setelah menyelesaikan amanah belajar dari orang tua. :)

Bapak supir kendaraan kami ini on time banget, beneran sekitar jam 8 udah stand by buat kami dan siap berangkat menuju Bromo. Perjalanan dari Surabaya ke Bromo cukup lama, sekitar 4 jam.Rombongan ini terdiri dari 11 orang (berasa mau main bola), saya, mbak Rise, mbak Monik, mas Bayu, mas Budi, mas Pram, mas Rivan, Oscar, Amor, Fahmi, dan Graha. Saya banyak diem sih di rombongan ini, berhubung saya aslinya emang cukup kalem dan suka mengamati orang baru dan suasana baru. Hehehe. Tapi overall sepuluh orang ini seru, kocak abis orang-orangnya, bahkan gila. Dan untuk ukuran saya, mereka gak cuma kocak dan gila, tapi keren. (Jangan ge er ya mbak, mas...)

Aktivitas mereka saat ini dan pekerjaan mereka membuat saya kembali merasa diingatkan, boleh menikmati waktu menganggur ini, tapi harus jadi pengangguran yang banyak acara dan banyak manfaat. Gak boleh kalah sama mereka yang udah berkarya dan bekerja. Saya nggak tahu apakah mereka bersedia saya ceritain detail aktivitas mereka saat ini di blog saya, tapi saya kasih sedikit gambarannya yaa. Di rombongan ini ada Google Ambassador Indonesia, ada pegawai BUMN yang jadi inceran anak teknik, ada penulis, ada desainer grafis, ada calon dosen (apa udah dosen yaa?), ada yg udah berkegiatan di United Nation (saya kurang tahu apa persisnya), ada yang karyawan perusahaan asing, dan saya yang masih mahasiswa tingkat akhir banget. hehe. Saya seneng sih, dengerin mereka pada ngobrol. Karena selain obrolan yang gila dan kocak, ada beberapa wawasan baru yang saya dapet. Saya jadi termotivasi untuk segera berkarya juga. :)

Balik ke perjalanan kami...

Kami nyampe homestay jam 1an, setelah mencari homestay dg jarak 250m dari balai dusun yang harusnya balai desa. (-_-) Homestaynya cukup nyaman, ada Wi-Fi-nya pulak :D (gaul bet dah ini homestay).
Balqis Homestay, Sociotraveler and Ibuk Yuni (dokumentasi Sociotraveler)
Kegiatan pertama kami adalah "nengokin" anak KKN UGM di Bromo. Acara nya sekedar sharing dari orang-orang keren yang saya sebutin di atas seputar KKN mereka. Habis itu, kami balik ke homestay buat gladi resik upacara besok pagi. Jujur aja saya sendiri agak sangsi pas gladi resik ini, habis kami banyak banget ketawa dan ndagel buat besok. Hahaha. Bayangin aja, kami bersebelas, ditambah satu anak KKN jadi berdua belas, berencana ngadain upacara dimana petugas upacaranya lebih banyak daripada pesertanya. Kami berharap bisa ngajakin wisatawan dan warga sekitar pas di puncak nanti buat ikutan jadi peserta upacara. Tapi gak ada yang tahu sampai itu terjadi kan? ;)

Kebayang betapa "serius"nya gladi ini? XD (dokumentasi Sociotraveler)
Selesai gladi resik kami langsung istirahat. Saya dan mbak-mbak sih, yang cowok-cowok masih pada rame bahas entah apa. Kami janjian bangun jam 2 pagi, biar bisa ngeliat sunrise di penanjakan pagi harinya. Dan semua itu hanyalah sekedar rencana. Jam setengah tiga saya bangun, belum ada yang bangun satu pun (-_-). Jadilah kami cabs dari homestay agak kesiangan dari yang direncanakan. Dan nyampe penanjakan, rame bangeeet. Masih harus jalan sekitar 3km buat nyampe tempat nonton sunrisenya. Kami sholat subuh ditengah perjalanan kaki menuju penanjakan, dan saya kehabisan napas kawan. Hehehe. Dasar gendut dan ga pernah olahraga gini, sok-sokan kuat jalan dan akhirnya naik ojek juga ke atasnya. Karena saya yang terakhir nyampe mushola dan terakhir sholat, jadilah rombongan kami kepecah, saya bareng mas Bayu dan mas Rivan.

Nyampe penanjakan, sunrise udah tinggi, dan saking ramenya kami susah nyari rombongan yang lain. Saya ngikutin aja dua mas-mas itu, dan ampun ternyata dua orang ini narsisnya. (-_-). Kirain cowok asal jepret sebentar udahan, dua orang ini sampe nyari tiga spot yang berbeda, dan ketika kami udah ketemu rombongan lain buat balik pun, mereka berdua  masih mau foto pake kamera Fahmi yang kamera bagus. Saya pribadi lebih suka menikmati dan mengabadikan momen itu melalui mata saya sebenernya. Saya suka ngelamun dan manjain mata saya sama pemandangan lama-lama. Jadi begitu kami ketemu rombongan lain, saya langsung ikut mbak Monik, mba Rise, dan Jaka buat turun.

Nyampe jeep, masiiih aja ada yang ketinggalan. Hahaha. Dan ternyata mas Pram yang ketinggalan ini malah yang pertama turun menepati janji kami sama bapak supir jeep buat turun jam 6. Hehehe. Ini foto kece kami pas abis turun dari penanjakan. Dan saya berhasil turun tanpa ojek! (oposih, mi)
(dokumentasi Sociotraveler)
Berhubung udah agak siang, kami langsung meluncur menuju Bromo dan bersiap buat upacara. Setelah semua siap, langsung aja gitu kami mulai. Pada awalnya cuma kami dan serombongan keluarga yang upacara. Ini nih, cuma segini awalnya.
Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-69 ketika dimulai (dokumentasi Sociotraveler)
Saya sebagai penjuru megang bendera di ujung, sepanjang upacara ga bisa tengok belakang jadi berapa peserta kami. Setelah bubar dan mas Pram bilang grogi pas baca doa karena kaget pesertanya jadi banyak, barulah saya tahu bahwa peserta upacara kami terus bertambah hingga barisan yang cukup banyak ke belakang.
Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-69 setelah beberapa saat (dokumentasi Sociotraveler)
Sebelum tahu peserta upacaranya jadi sebegitu banyak, saya sudah merasa sangat bersyukur dan terharu sepanjang jalannya upacara. Hormat kepada sang merah putih, menyanyikan lagu Indonesia Raya, mendengarkan Proklamasi dibacakan, menggaungkan lima sila Pancasila, mendengarkan amanat pembina upacara, menunduk memanjatkan doa untuk bangsa tercinta, :') How wonderful and amazing it feels, :') Ini upacara saya setelah lima tahun kuliah gak pernah upacara. Apalagi ditambah ini Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-69, di Bromo, salah satu tempat dimana langit terasa lebih dekat. :')

Selesai upacara, kami yang masih larut dalam kepuasan kesuksesan upacara 17an ala Sociotraveler, melanjutkan perjalanan menuju Bukit Teletubies yang baru dinamai Bukit Teletubies setelah ada tayangan Teletubies di tipi. (:p) Hal yang membuat trip ini aneh adalah kami gak ada yang naik buat liat kawah gunung Bromo habis upacara, padahal ini judulnya trip Bromo Merah Putih. Hahaha. Kalo di bukit Teletubies, kebanyakan acaranya foto-foto sih, sama mas-mas pada asik nyobain nyupir jeep.
"Smileeee :)" (dokumentasi Sociotraveler)
Lanjut dari bukit teletubies, sambil pulang kami mampir ke pasir berbisik. Lagi-lagi kami yang gagal paham dimana bisikan si pasir ini, akhirnya memutuskan buat foto lompat. Berhubung sebagian besar gak ahli banget dalam foto lompat, setelah tujuh kali percobaan kami menyerah. :D Hasilnya not bad lah. :)
"Let's Jump!" (dokumentasi Sociotraveler)
Udah capek foto lompat kami balik ke homestay dan berkemas untuk pulang. Setelah pergi dari homestay ini tujuan kami berbeda-beda, ada yang harus segera balik Jogja karena mau nerima penghargaan rektor pas upacara maba dan urusan pekerjaan, ada yang mau stay nan santai di Surabaya dulu sebelum balik ke rutinitas, ada yang stay di Surabaya buat pekerjaan. Saya? Saya jalan-jalan dulu sama salah satu sahabat saya yang sekarang lagi makaryo di Surabaya. Ditraktir sate klopo yang enyaaaaak, dan ngobrol ngalor ngidul bertukar cerita yang terlewatkan selama kami tidak bersua (bahasanya, maap). Kenyang makan sate dan curcol, saya balik Jogja naik bus EKA lagi. Nyampe Jogja subuh, dan paginya langsung bantuin saudara pindahan kos. tapi itu lain cerita. :)
Sate Klopo Ondomohen (intisari-online.com)
Akhir cerita, saya pengen mengungkapkan bahwa saya merasa sangat bersyukur diberi kesempatan sama Allah untuk menginjakkan kaki di Bromo, upacara 17an, dan bertemu orang-orang hebat seperti mereka, para Sociotraveler dan sahabat saya. Semoga ini menjadi awal untuk saya lebih berani melangkahkan kaki, menjelajah pelosok negeri untuk melihat, mendengar, dan merasakan setiap jenis kehidupan yang tersaji. Di awal perjalanan ini perasaan saya campur aduk antara cemas dan takut, perjalanan ini tidak sesuai ekspektasi saya. Tidak sesuai memang, tapi lebih melebihi ekspektasi saya. Pun dengan biaya yang cukup mahal untuk ukuran saya sebagai mahasiswa tingkat akhir banget alias pengangguran, saya akhirnya mengerti itulah harga yang saya keluarkan untuk mengalami perjalanan yang luar biasa ini. Bahkan yang saya alami ini tidak bisa dibandingkan dengan nominal uang semata.

Terima kasih mas Bayu, mas Budi, Fahmi, Amor, Oscar, Graha, mas Rivan, mas Pram, mba Rise, dan mba Monik atas inspirasi dan "alarm"nya untuk saya. Semoga bisa bertemu di perjalanan lain. :) Terima kasih juga buat Danang, sahabat saya yang lagi mengejar mimpi dan targetnya, yang bela-belain membelah Surabaya demi saya yang masih cupu ini. :)

"Pada akhirnya, suatu perjalanan akan selalu memberikan sebuah pelajaran. Akan engkau ambil atau tidak itu terserah padamu, si pelancong kehidupan."

Yogyakarta, 20 Agustus 2014
Sekar Tyas Hutami
Traveler Pemula
Sociotraveler edisi Bromo Merah Putih, 17 Agustus 2014 (dokumentasi Sociotraveler)

Senin, 16 Juni 2014

What's your plan? ( Spesial buat Temen Seper-risau-an :) )

Rencanamu ke depan apa, Mi? Udah mikirin habis ini mau ngapain, Mi? Mau kerja dimana, Mi? Habis lulus mau langsung nikah, Mi? Habis sumpahan langsung pulang, Mi?

Hahahaa...pertanyaan yang lagi seriiiing banget menghampiri telingaku akhir-akhir ini. Dan sejauh ini, yang bisa saya jawab adalah "My father gives me 6 month for me to make my own path." :)
Saya yakin pertanyaan yang sama menghampiri teman-teman jugak. Ditambah perasaan iri karena jurusan sebelah banyak yang udah melamar, dilamar, bahkan diterima di perusahaan nasional yang bonafide bahkan multinasional. Hmm, bukan iri sih sebenernya, lebih pada perasaan, "Dia udah, kok aku belum yaa?" :)
Perasaan ini sudah diwanti-wanti oleh salah satu dosen kami sebenarnya, tapi saya lupa siapa :D Yang jelas beliau sempet menyampaikan ini di kelas. "Nanti anak-anak FKK hati-hati yaa. Pasti ada perasaan tertinggal bahkan mungkin akan ikut tergoda buat daftar industri." :D *sepertinya ini benar-benar terjadi hahaha :D
 
Saya pun mengalami kerisauan yang sama. Maybe some people expect something different from me, but :) I'm not always have a rigid plan like you were expected. I have a big dream, maybe too big to be true. But, Allah always hear our wish, even it's just as loud as our breath, right? :)

Sejak awal semester empat, jujur saya sudah banyak mengutuk profesi ini. Hahah. Bahkan di semester delapan sampai semester pertama profesi, makin kuat kemauan saya untuk tidak sama sekali akan mengabdikan diri kepada profesi ini. Tidak akan. Pokoke mboten badhe nyambut damel wonten farmasi. Berasa dendam kesumat banget yak? Hahaha. Bahkan motivasi memilih tempat PKPA di Jakarta aja simple : pengen main. Gak ada alasan lain. Orang bilang di situ gabut, nilainya susah, dan seterusnya bahkan saya tutup kuping. Pokok men Jakarta boy!

Dan pada akhirnya, masa PKPA saya yang dimulai dengan dua bulan di Jakarta dan diakhiri dengan satu bulan di Apotek, berhasil saya lalui. Di awali dengan kemuakan yang amat sangat terhadap profesi satu ini. Ya, saya memang jatuh bangun mencintai profesi ini. Mulai dari bertekad lulus cumlaude dan bekerja di industri farmasi multinasional, sangat menggebu-gebu membela profesi ini melalui gerakan mahasiswa di BEM, sampai merasa muak dan ingin segera meninggalkan dunia ini lalu sekolah lagi supaya bisa bekerja di tempat yang saya sukai.

Ya, semua berawal dari perasaan terakhir saya pada profesi ini: FRUSTASI DAN BENCI. Saya mungkin terdengar frontal, tapi memang itu yang saya rasakan. Tapi dua bulan PKPA di Jakarta membuat saya berpikir ulang terhadap banyak hal. Membuat saya begitu mensyukuri jalan yang sudah saya lalui sejauh ini. Karena ternyata jalan yang saya lalui termasuk amat sangat MUDAH dan STANDAR.

Sejauh ini, yang saya tahu, saya frustasi terhadap profesi ini karena saya merasa tidak ada harapan di dalamnya. Semua bahan ajaran dosen bagi saya bagai omong kosong, mimpi yang hampa. Karena makin lama saya mengenal profesi ini melalui cerita sebagian orang, semakin tidak ada harapan. Industri gajinya lebih kecil daripada industri lain, rumah sakit perlu berjuang lama dan panjang untuk diakui, apotek? Haaah. Apalagi. Kayaknya Apoteker bener-bener ga ada harapan.

Oke, balik lagi ke masa PKPA. PKPA di Jakarta membuat saya membuka mata. Beragamnya karakter dan latar belakang sesama mahasiswa PKPA maupun apoteker praktisi di rumah sakit saya belajar, menyadarkan saya betapa mudahnya jalan yang saya lalui. Apa sih sejauh ini perjuangan saya untuk menjadi seorang apoteker? Ujian masuk ke UGM, lolos, kuliah S1, skripsi, wisuda, kuliah profesi, that's it. Tidak pernah terbayangkan oleh saya, ada sebagian rekan sejawat yang menjalani jalan lebih berliku daripada saya.

Kisah pertama dimulai dari teman satu kelompok saya di minggu pertama praktek. Mereka berasal dari Indonesia bagian timur. Berasal dari universitas yang sekali menerima mahasiswa baru farmasi sebanyak 500 orang. Bisa dibayangkan 500 orang? Itu baru satu universitas. Lalu saya baru tahu kalau program profesi apoteker di daerah Indonesia timur hanya terdapat di salah satu universitas negeri dimana satu angkatannya hanya menerima 80 orang. Kemana aja yak saya selama ini? Yaa maklum sih, ga pernah dapet jatah dari kampus buat ikut kegiatan nasional organisasi mahasiswa farmasi se Indonesia. Hehee. Alasan sih, dasar males aja. :D

Nah, temen saya yang satu ituuu, dia lulus dr kampusnya dengan predikat S1 Farmasi tanpa pertanggung jawaban kampusnya untuk menyediakan program profesi. Saya juga belum paham sih, gimana ribetnya bikin program studi apoteker. Tapi saya gak habis pikir, apa para pendiri fakultas farmasi tersebut gak kasian yaa sama nasib mahasiswanya? Setinggi-tingginya mahasiswa S1 dibanding SMF, tetep aja sama bakal disebut Tenaga Teknis Kefarmasian. Meskipun mungkin pengetahuannya mungkin setara apoteker, tapi tetep aja gak punya kekuatan hukum buat berpraktek sebagai apoteker. Temen saya sempet bekerja di salah satu rumah sakit di sana, lalu uang gajinya dia kumpulkan buat ke Jakarta. Buat apa? Buat nyoba tes masuk salah satu program studi apoteker di salah satu universitas di Jakarta. Itu baru nyoba loh guys, pas saya tanya, trus kalo waktu itu gak ketrima gimana? Kata dia, ya saya pulang. Alhamdulillah, Allah memeluk mimpi-mimpi hambaNya. Beliau lolos tes masuk, dan akhirnya menjalani program studi profesi apoteker. Saya merasa tersindir, sangaaaaaat tersindir. Saya bahkan ga perlu usaha apapun selain lulus sidang tertutup skripsi dan segera sidang terbuka untuk mendaftar program profesi saya. Tanpa tes pula. Saya merasa tertohok, betapa tidak bersyukurnya saya selama ini.

Pada waktu itu, kisah beliau cukup menampar saya, dan membuat saya bersyukur atas kemudahan yang saya miliki. Tapi hal tersebut belum mampu membuat saya mensyukuri profesi ini. Profesi yang sebentar lagi saya emban amanahnya seumur hidup. Berikutnya saya dipertemukan dengan salah satu pegawai di rumah sakit tersebut, yang tengah menjalani pendidikan profesi apoteker juga seperti saya. Jika tidak ada aral melintang, kami akan menjadi rekan sejawat tahun ini. Awalnya saya berpikir modus utama beliau adalah kenaikan pangkat. Namun ternyata, di RS saya belajar, ketika beliau nanti lulus apoteker tidak serta merta beliau akan naik ke golongan PNS apoteker fresh graduate, golongan 3B.

Saya sampe heran, kok mau-maunyaa susah-susah sekolah lagi tapi gak langsung naik pangkat. Naik tunjangan remunerasinya kali yaa. Hehehee. Tapi tetep aja, saya salut dengan beliau, apalagi tidak hanya satu atau dua orang yang menjalani kuliah sambil bekerja seperti beliau. Ada juga tenaga administrasi di salah satu poli, yang sekarang sedang menempuh program sarjana farmasi di salah satu universitas. Beliau bahkan sampai meminta bahan kuliah kami di UGM, buat bekal belajar katanya. :O Rasanya saya kok selama ini kuliah sangat tidak bersyukur yaa? :(

Dari mereka saya belajar bahwa seterpuruk apapun profesi ini sekarang, masih ada orang-orang yang mengharapkan penghidupan yang lebih layak dari profesi ini. Dari mereka saya perlahan mulai mensyukuri dan merenung, betapapun saya merasa terdampar alias kesasar di profesi ini, saya yakin Allah punya rencana dibalik ini semua. Ada hikmah yang Allah ingin saya ambil dari profesi ini. :') Dan saya meyakini, meskipun saya tidak seperti mahasiswa baik-baik kebanyakan di kampus saya, yang IPnya cumlaude, yang penelitiannya banyak, yang prestasinya banyak, Allah pasti sudah menyiapkan tempat untuk saya di dunia profesi ini. "Man Saara Ala Darbi Washala, Siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan."

Sekarang masalahnya, kemana tujuan saya? Jalan mana yang sedang saya tempuh? Saya bersyukur lagi, saya diberikan kesempatan untuk membaca novel ini di akhir perjalanan saya di Jakarta. :) Setelah membaca novel ketiga dari trilogi Negeri 5 Menara ini, samar namun perlahan makin jelas jalan mana yang sedang saya lalui. Mungkin buat teman-teman saya yang satu minat, kalo yang masih "kabur" untuk melihat tujuannya, bisa merenung dan flash back sebentar. Selama ini, di jalan mana teman-teman paling banyak menghabiskan waktu kalian? Kalo jawabannya kebanyakan main yaa, jangan salahin saya sih kalo itu. Siapa suruh main mulu pas kuliah. Gak pake organisasi atau kegiatan lain. :P Kalau kerjaan kalian main mulu pun, bisa jadi itu jalan kalian. Tuh coba tonton di Kompas TV, ada acara The Doctors Go Wild. Hostnya dua orang dokter yang menjelajah nusantara buat mempelajari ilmu-ilmu pengobatan tradisional. Kata kuncinya pengobatan loh guys, mosok ga malu profesi sebelah lagi yg ngubek-ngubek belajar obat? XD
 
Hmm, sedikit buat gambaran...kalau hasil perenungan saya menyadarkan saya pada dua hal. Saya jadi teringat mimpi saya sewaktu SMP dan apa yg sudah saya lakukan sejauh ini. Saya kehilangan kesempatan main saya, saya menghabiskan waktu liburan saya, saya mengorbankan waktu bersama keluarga saya di saat teman saya main ke mal, ke karimun jawa, keliling Indonesia, hal-hal yang juga saya ingin lakukan untuk satu hal ini : organisasi. Organisasi bahkan yang jadi motivasi terbesar saya sewaktu akan kuliah. Saya salah satu korban ucapan mentor saya ketika SMA : "Organisasi ketika kuliah jauh lebih asyik Mi, dst." Saya korban yang dengan bahagia menjalani dan ingin membuktikan ucapan beliau. Jujur saja, sampai saya skripsi, kuliah bukan fokus utama saya. Hehehe.

Organisasi saya di SMA dan di kampus sangat jauh berbeda. Yang satu organisasi lapangan, yang satu organisasi ruangan. Makanya gak heran, saya tambah gendut setelah organisasi di kampus. *curhat* Tapi kalau saya fokuskan lagi, spesialisasi saya dari dulu satu : mikir buat ngurusin orang. I realized that I'm a thinker :) Saya tertarik sekali diskusi-diskusi mengenai pengembangan organisasi, pengembangan orang-orang di dalamnya, dan seterusnya. Intinya teh suka ngurusin orang. :P Mungkin karena itu juga saya sangat enjoy berorganisasi di BEM yang isinya diskusi-diskusi agak sotoy dikit soal kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. *tsah

Nah, kalau dipikir-pikir sebagian besar waktu saya dihabiskan di sana, ya mungkin pantes aja saya keselnya setengah mati kalo suruh mikirin soal obat. #eh Sekarang insya allah udah nggak :) Perlahan tapi pasti, saya mulai memahami kenapa saya terdampar di dunia profesi ini. :)
Kalau kalian gimana guys? Yuk merenung sejenak, sebelum ujian kompre dan sumpahan menyerang :D hahaha

Intinya siiiih, kalau yang belom sempet memanfaatkan masa PKPA buat "mencari" dan "menemukan" segera cari. Asli. Segera. Sumpahan tanggal 26 Agustus Broooo :D Abis itu sebenernya masih ada waktu juga sih buat nyoba kerja di beberapa tempat trus pada akhirnya insya allah temen-temen akan menemukan jalan yang temen-temen mau. Tapi saya teringat pesan dr Mas Oki, alumnus kita angkatan 2003, beliau pernah bilang kalau menemukan tujuan yang pengen temen-temen capai sebelum lulus juga penting, karena predikat fresh graduate itu punya beberapa kelebihan dibandingkan udah agak lawas graduate. Hehe. Kalau beliau, dulu sih katanya kalau tahu beliau gak terlalu "cocok" di lab, beliau pengen ikut program Future Leader nya Nestle *kalo ga salah inget. Tapi beliau gak bisa ikut karena pas nemu udah bukan fresh graduate lagi :)

Haaaah, panjang banget yak saya cerita. Yaa, buat sharing aja sih. Saya juga nulis sambil memantapkan dan menguatkan hati untuk pilihan yang akan saya ambil. Gak usah mindeeer, yang lain uda dapet kerjaan kita belom. :) Masing-masing orang punya jalannya sendiri-sendiri. :) *sotoy kan? ._.*

Haha, next time saya pengen sharing apa yang saya dapet setelah PKPA di apotek. Kenapa gak puskesmas juga? Jangan deh. Saya terlalu trauma kalo harus mengingat tempat PKPA yang satu itu. Pokoknya saya gak ngerasa cocok aja ngabdi di situ. Udah. :)